Tugas TAP Penanganan Anak Yang Mempunyai Keterbelakangan Mental Di Sekolah Reguler
KASUS PENANGANAN ANAK
YANG MEMPUNYAI KETERBELAKANGAN MENTAL
DI SEKOLAH REGULER
A. Latar Belakang Masalah
Didunia ini tidak
ada satupun orang tua yang ingin mempunyai buah hati yang memiliki
keterbelakangan mental/ cacat mental yaitu mempunyai IQ di bawah normal. Pada
dasarnya mereka ingin putra putrinya lahir dan tumbuh sehat baik jasmani maupun
rohani. Suatu anugerah dan menjadi kebanggaan orang tua apabila mempunyai buah
hati sehat dan mempunyai predikat cerdas bahkan jenius. Hal ini terjadi pada pasangan bapak Solikin dan ibu
Etin mereka mempunyai putra berinisial RB yang menderita keterbelakangan mental
dan sekarang duduk di kelas III SDN 2 Dasri.
Seharusnya RB
disekolahkan di sekolah khusus, namun pihak orang tuanya tetap menyekolahkannya
di sekolah regular (SDN 2 Dasri). Hal ini karena RB berasal dari keluarga yang tidak mampu dan SLB terdekat ada di
SDLB JAJAG kecamatan Yosomulyo kota
Banyuwangi dengan jarak tempuh sekitar 20
km dari desa Dasri. Selain itu keterbatasan waktu juga rasa gengsi dan malu apabila RB
bersekolah di SLB merupakan kendala bagi orang tua RB untuk menyekolahkan di
SLB tersebut.
Dari 24 orang siswa kelas III SDN 2 Dasri, hanya RB yang mengalami keterbelakangan mental. RB memiliki tingkat IQ dibawah
70. Hal ini telah dibuktikan dari tes IQ yang pernah dilakukan oleh pihak
sekolah. Tes yang
dilakukan adalah WISC(R) – Weschsler
Intelligence Scale for Children (Revised). Tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan anak, tes ini
mengukur kemampuan-kemampuan seperti pemahaman, pembendaharaan kata, berhitung,
penalaran, dan ingatan.
Jika dilihat secara fisik RB
mempunyai kemampuan menggerakkan badan
dan anggota badannya dengan normal, tetapi koordinasi, kemampuan berbahasa
dan sosialnya terhambat. Selain itu RB seringkali bertingkah diluar kewajaran anak-anak seusianya yang sulit dikendalikan oleh
siapapun, tidak
jarang dia berteriak histeris apabila mendapatkan permasalahan, misalnya bila
ada tugas yang tidak mampu dia kerjakan. Bahkan hampir tiap hari RB
buang air kecil di celana, dan mengganggu teman-teman lainya pada saat
pembelajaran berlangsung. Permasalahan inilah
yang perlu
diselesaikan bagi tenaga pengajar di kelas III
SDN 2 Dasri.
B. Identifikasi Masalah
- Dari 24 orang
siswa kelas III SDN 2 Dasri, hanya RB
yang terindentifikasi mengalami keterbelakangan mental.
- RB mempunyai kemampuan menggerakkan badan dan anggota badannya dengan normal, tetapi koordinasi, kemampuan
berbahasa dan sosialnya terhambat.
- RB seringkali bertingkah diluar kewajaran
anak-anak seusianya, tidak jarang dia berteriak histeris
apabila mendapatkan permasalahan.
- RB
buang air kecil di celana, dan mengganggu teman-teman lainya pada saat
pembelajaran berlangsung.
- Orang tua RB tidak akan setuju apabila RB diusulkan untuk melanjutkan sekolah di SLB tentunya dengan alasan ekonomi, waktu dan jarak yang jauh.
C. Pokok Permasalahan
Berdasarkan berbagai identifikasi permasalahan diatas
dapat disimpulkan menjadi beberapa pokok permasalahan, diantaranya adalah :
1.
RB adalah satu-satunya
siswa kelas III yang mengalami keterbelakangan mental dan bersekolah di sekolah
reguler ( SDN 2 Dasri ).
2.
Orang
tua RB tidak
akan setuju jika RB diusulkan untuk melanjutkan sekolah di SLB
tentunya dengan alasan ekonomi.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang dapat
dikemukakan adalah :
1. Bagaimana menangani RB yang memiliki keterbelakangan mental agar tetap dapat melanjutkan
sekolahnya ?
E. Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam kategori cacat mental, RB berada dalam kategori cacat mental ringan. Cacat mental
ringan disebut juga debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,
sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun pada umumnya anak
cacat mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen
dan anak ini tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti
anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik
antara anak cacat mental dengan anak normal.
Anak cacat mental ringan banyak yang lancar
berbicara tetapi kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran
berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik
di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Maksudnya,
kecerdasan berfikir seseorang cacat mental ringan paling tinggi sama dengan
kecerdasan anak normal usia 10 tahun.
Usaha yang seharusnya dilakukan oleh pihak sekolah diantaranya adalah :
1.
Berkomunikasi dengan
pihak orang tua untuk menyarankan agar RB dipindahkan sekolah ke
SLB.
- Pihak Sekolah tentunya
menunjuk guru senior dan berpengalaman yang profesional mendatangi rumah orang
tua RB dan memberitahukan dengan bijak tentang dampak positif dan kemajuan yang
akan didapat RB jika sekolah di SLB.
- Mengajak orang tua RB ke
sekolah SLB terdekat untuk berkonsultasi mengenai biaya, metode pembelajaran
dan hasil yang akan di capai RB.
- Memberikan penegasan saran
yang terbaik untuk orang tua RB, bahwa SLB adalah wadah pendidikan terbaik
untuk RB.
2.
Sekolah memperlakukan
RB secara khusus
- Memberikan kelas khusus/ ruangan khusus
pada saat pembelajaran berlangsung.
- Memberikan materi yang berbeda dengan
siswa lain sesuai dengan kemampuan RB.
- Pada mata pelajaran olah raga dan
keterampilan/ seni RB bergabung dengan teman satu kelasnya.
F. Analisis Alternatif Pemecahan Masalah
1. Kekuatan
a.
Berkomunikasi dengan
pihak orang tua untuk menyarankan agar RB dipindahkan sekolah ke
SLB.
Berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan pihak orang tua siswa sangat baik dilakukan dalam rangka
bersama-sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak didik. Tidak jarang
ditemukan solusi-solusi baru saat kita sharing dengan para orang tua siswa.
Pihak orang tua menjadi mengetahui kendala yang dihadapi anak-anaknya dalam
menuntut ilmu.
Dan orang tua memahami apa yang dibutuhkan dan yang terbaik buat anaknya.
b.
Sekolah memperlakukan
RB secara khusus
Dengan memperlakukan RB secara khusus diharapkan RB lebih mudah memahami pelajaran, selain itu RB tidak lagi mengganggu teman-temannya yang
lain. Pada mata pelajaran yang ringan RB kembali bergabung bersama teman
sekelasnya agar tidak merasa terasing dan dikucilkan. Perlakuan guru secara
khusus akan membantu RB agar
tidak terlalu jauh ketinggalan dalam mengikuti semua pembelajaran.
1. Kelemahan
a.
Berkomunikasi dengan
pihak orang tua untuk menyarankan agar RB dipindahkan sekolah ke
SLB.
Sudah sering kali pihak
sekolah menyarankan agar RB dipindahkan ke SLB, akan tetapi pihak
orang tuanya tetap menolak, dengan alasan biaya yang tidak ada. Malahan pihak
orang tua menyarankan agar RB berhenti dari sekolah. Semakin sering
pihak sekolah berkonsultasi dengan pihak orang tua, justru pihak orang tua
malah merasa jengah dan hampir saja mengambil keputusan yang salah,
yaitu melarang RB untuk masuk sekolah.
b.
Sekolah memperlakukan
RB secara khusus
Alternatif
lain yang dilakukan sekolah adalah memperlakukan RB secara khusus. RB ditempatkan di kelas khusus terpisah
dengan teman-temannya yang lain. Cara guru dalam mengajar RB juga berbeda ketika mengajar anak yang
lain, perhatian yang lebih dan ketelatenan yang ditingkatkan. Namun justru RB merasa kesepian dan terus memaksa
untuk tetap belajar bersama dengan teman-temannya yang lain. Apabila ditolak RB sering mengamuk dengan berteriak
histeris.Dalam hal ini benar-benar
dibutuhkan guru yang mampu menyelami psikologis RB dan di butuhkan kesabaran
yang lebih.
G. Alternatif yang paling efektif
Berdasarkan semua permasalahan diatas, alternatif yang dianggap paling efektif adalah memperlakukan
RB secara khusus. Perlakuan
secara khusus ini dapat dilakukan dengan menyediakan ruang khusus bagi
siswa-siswa yang mengalami keterbelakangan mental maupun fisik. Selain itu
dapat pula mendatangkan atau mengutus beberapa guru untuk mengikuti pelatihan
guru inklusi. Yaitu pelatihan tentang bagaimana menangani anak-anak yang
mengalami keterbelakangan mental.
Dengan memperlakukan RB
secara khusus, guru dapat lebih mengerti keinginan dan perilaku RB yang menyimpang. Dengan demikian guru
akan lebih mudah mengatasi keterbelakangan yang dimiliki RB
Oleh
NUNING TRI WAHYUNI